#BENTENG INDRA PATRA (INDRA PATRA FORTRESS) - ACEH DARUSSALAM
Benteng Indra Patra terletak di tepi Pantai Ujong Bate, Kecamatan Masjid Raya, Kabupaten Aceh Besar, sekitar 20 KM atau sekitar 15 menit dari pusat Kota Banda Aceh.
Benteng Indra Patra di bangun pada masa Pra-Islam yaitu oleh Putra Raja Harsa dari Kerajaan Lamuri yang merupakan Kerajaan Hindu Pertama di Aceh tepatnya pada abad ke VII Masehi. Kala itu, Benteng Indra Patra di bangun dengan maksud utama untuk membendung sekaligus membentengi Kerajaan Lamuri dari gempuran meriam-meriam yang berasal dari Kapal-Kapal perang Portugis. Disamping itu, Benteng Indra Patra ini juga digunakan sebagai tempat beribadah umat Hindu Lamuri.
Pada masa Kerajaan Aceh Darussalam yang merupakan salah satu dari lima Kerajaan Islam terbesar di dunia, Setelah seluruh kerajaan-kerajaan yang berada di Aceh seperti Kerajaan Lamuri, Kerajaan Samudra Pasai dan Kerajaan Pedir serta kerajaan-kerajaan kecil lainnya disatukan oleh Sultan Ali Mughayat Syah (1513-1530 M) untuk menjadi bagian dari Kerajaan Aceh Darussalam, maka Benteng Indra Patra ini digunakan oleh Kerajaan Aceh Darussalam sebagai benteng pertahanan untuk melindungi Kerajaan Aceh Darussalam dari serangan bangsa asing yang terus berusaha untuk menyerang Kerajaan Aceh Darussalam agar dapat menguasai Selat Malaka.
Karena banyaknya bangsa asing yang mengancam kedaulatan Kerajaan Aceh Darussalam maka Sultan Alaiddin Ali Riayat Syah IV (1589-1604 M) mengutus Laksamana Keumalahayati yang merupakan wanita pertama di dunia yang menjadi seorang Laksamana. Sultan Aceh meminta Laksamana Keumalahayati untuk memimpin peperangan melawan musuh di Benteng Indra Patra bersama pasukan Inong Balee.
Belum di ketahui secara pasti kapan tanggal lahir dan tanggal wafatnya Laksamana Keumalahayati. Menurut manuskrip yang tersimpan di University Kebangsaan Malaysia, diperkirakan Laksamana Keumaalahayati lahir tahun 1575 M. Ayahnya adalah Laksamana Mahmud Syah. Sedangkan ibunya telah meninggal dunia ketika Malahayati masih kecil. Kakeknya bernama Laksamana Muhammad Said Syah, putra dari Sultan Salahuddin Syah yang memerintah Kerajaan Aceh Darussalam sekitar tahun 1530-1539 M. Sultan Salahuddin Syah merupakan putra dari Sultan Ibrahim Ali Mughayat Syah (1513-1530 M) yang merupakan pendiri Kerajaan Aceh Darussalam.
Pada saat itu perang besar antara Kerajaan Aceh Darussalam dan Portugis terjadi dengan sangat dahsyat, meriam-meriam terus menerus ditembakan dari kapal-kapal perang Portugis ke arah Benteng Indra Patra yang menjadi benteng pertahanan Kerajaan Aceh Darussalam, namun hal itu tidak membuat Laksamana Keumalahayati beserta seluruh pasukan Kerajaan Aceh Darussalam menjadi takut dan mundur. Dengan menghunuskan Rencong, Laksamana Keumalahayati memerintahkan seluruh pasukan Kerajaan Aceh Darussalam untuk melakukan perlawanan. Benteng Indra Patra ini pun menjadi saksi bisu bagaimana kuat dan tangguhnya pasukan perang Kerajaan Aceh Darussalam yang mampu mengalahkan dan mengusir Portugis dari Tanah Rencong walaupun dalam peristiwa tersebut ada sekitar 1000 orang pasukan perang Kerajaan Aceh Darussalam yang mati syahid tapi Bangsa Aceh sangat bangga apabila salah satu anggota keluarganya ada yang mati syahid karena orang yang mati syahid mampu memberikan syafa'at bagi 70 anggota keluarganya di hari akhirat nanti.
Dan bahkan pada saat pelayaran Belanda pertama kali ke Nusantara di bawah kendali Cornelis de Houtman yang merupakan Seorang penjelajah Belanda yang menemukan jalur pelayaran dari Eropa ke Nusantara. Laksamana Keumalahayati memimpin 2.000 orang pasukan Inong Balee berperang melawan pasukan Belanda pada tanggal 11 September 1599, dalam peperang itu Laksamana Keumalahayati berhasil membunuh Cornelis de Houtman dalam pertempuran satu lawan satu diatas geladak kapal Belanda yang bertengger di Kerajaan Aceh Darussalam. Akibat peristiwa itu Kerajaan Belanda bagaikan mendapat tamparan hebat, sehingga membuat para pembesar Kerajaan Belanda bertanya-tanya, bagaimana bisa seorang wanita mengalahkan seorang pria tangguh.
Seiring waktu berlalu, kini hanya tinggal beberapa bagian Benteng Indra Patra yang masih tetap berdiri kokoh. Benteng utama berukuran 70m X 70m dengan ketinggian 4 meter serta ketebalan dinding mencapai sekitar 2 meter. Di dalam benteng Utama terdapat dua buah stupa dan bangunan yang menyerupai kubah yang mana di bawah kubah tersebut terdapat sumur yang menjadi salah satu sumber air bersih. Selain itu, di dalam Benteng Indra Patra juga terdapat bunker untuk menyimpan meriam serta bunker untuk menyimpan peluru juga senjata Kerajaan Aceh Darussalam.
Arsitektur Benteng Indra Patra yang begitu megah dan anggun, terbuat dari beton kapur dengan perekatnya yang diperkirakan terbuat dari campuran kapur, tanah liat, dan alusan kulit kerang membuat Benteng Indra Patra ini menjadi salah satu primadona yang harus dikunjungi oleh para wisatawan saat berkunjung ke Aceh Darussalam. Benteng Indra Patra merupakan simbol kekuatan pasukan perang Kerajaan Aceh, emansipasi wanita yang dipraktekan oleh Laksamana Keumalahayati, dan simbol kejayaan serta keagungan Kerajaan Aceh Darussalam.
Kini, Sejak Kerajaan Aceh Darussalam bergabung dengan NKRI, Benteng Indra Patra telah ditetapkan oleh pemerintah Indonesia sebagai salah satu bangunan cagar budaya yang harus dilindungi dan dijaga kelestariannya. Sebagai bangsa Indonesia yang menghargai sejarah sudah selayaknya Benteng Indra Patra ini dirawat dan dipromosikan keberadaannya. Jangan sampai nanti orang-orang hanya bisa berkata sambil menunjuk ke arah reruntuhan. Semoga sejarah Benteng Indra Patra ini dapat menginspirasi kita semua agar dapat lebih mencintai sejarah bangsa Indonesia.
Ayoo... Wisata Ke Aceh Darussalam !!
Visit Aceh Darussalam, feel the spiritual gateway blessed with natural Beauty smile emoticon
-Muhammad Iqbal Alfahri-


No comments:
Post a Comment